Minggu, 12 Desember 2010

tugas tugas duniawi dan agama di mekah

Hasyim termasuk pemuka
masyarakat dan orang yang
berkecukupan. Dialah yang
memegang urusan air dan
makanan. Dia mengajak
masyarakatnya seperti yang dilakukan oleh Qushayy
kakeknya, yaitu supaya masing-
masing menafkahkan hartanya
untuk memberi makanan kepada
pengunjung pada musim ziarah.
Pengunjung Baitullah, tamu Tuhan inilah yang paling berhak
mendapat penghormatan.
Kenyataannya memang para
tamu itu diberi makan sampai
mereka pulang kembali. Peranan yang dipegang Hasyim
tidak hanya itu saja, bahkan
jasanya sampai ke seluruh
Mekah. Pernah terjadi musim
tandus, dia datang membawakan
persediaan makanan, sehingga kembali penduduk itu
menghadapi hidupnya dengan
wajah berseri. Hasyim jugalah
yang membuat ketentuan
perjalanan musim, musim dingin
dan musim panas. Perjalanan musim dingin ke Yaman, dan
perjalanan musim panas ke Suria. Dengan adanya semua
kenyataan ini keadaan Mekah
jadi berkembang dan mempunyai
kedudukan penting di seluruh
jazirah, sehingga ia dianggap
sebagai ibukota yang sudah diakui. Dengan perkembangan
serupa itu tidak ragu-ragu lagi
anak- anak Abd Manaf membuat
perjanjian perdamaian dengan
tetangga-tetangganya. Hasyim
sendiri membuat perjanjian sebagai tetangga baik dan
bersahabat dengan Imperium
Rumawi dan dengan penguasa
Ghassan. Pihak Rumawi
mengijinkan orang- orang
Quraisy memasuki Suria dengan aman. Demikian juga Abd Syams
membuat pula perjanjian dagang
dengan Najasyi (Negus).
Selanjutnya Naufal dan Muttalib
juga membuat persetujuan
dengan Persia dan perjanjian dagang dengan pihak Himyar di
Yaman. Mekah sekarang bertambah
kuat dan bertambah makmur.
Demikian pandainya penduduk
kota itu dalam perdagangan
sehingga tak ada pihak lain yang
semasa yang dapat menyainginya. Rombongan kafilah
datang ke tempat itu dari
segenap penjuru dan berangkat
lagi pada musim dingin dan musim
panas. Di sekitar tempat itu
didirikan pasar- pasar guna menjalankan perdagangan itu. Itu
pula sebabnya mereka jadi
cekatan sekali dalam utang-
piutang dan riba serta segala
sesuatu yang berhubungan
dengan perdagangan. Tak ada yang teringat akan menyaingi
Hasyim yang kini sudah makin
lanjut usianya itu dalam
kedudukannya sebagai penguasa
Mekah. Hanya kemudian
terbayang oleh Umayya anak Abd Syams -sepupunya - bahwa
sudah tiba masanya kini ia akan
bersaing. Tetapi dia tidak
berdaya, dan kedudukan itu
tetap dipegang Hasyim.
Sementara itu Umayya telah meninggalkan Mekah dan selama
sepuluh tahun tinggal di Suria. Pada suatu ketika dalam
perjalanan pulang dari Suria,
ketika Hasyim melalui Jathrib
dilihatnya seorang wanita baik-
baik dan terpandang, muncul di
tengah-tengah orang yang sedang mengadakan
perdagangan dengan dia. Wanita
itu ialah Salma anak 'Amr dari
kabilah Khazraj. Hasyim merasa
tertarik. Ditanyakannya, adakah
ia sedang dalam ikatan dengan laki-laki lain? Setelah diketahui
bahwa dia seorang janda dan
tidak mau kawin lagi kecuali bila
ia memegang kebebasan sendiri,
Hasyim lalu melamarnya. Dan
wanita itupun menerima, karena dia mengetahui kedudukan
Hasyim di tengah- tengah
masyarakatnya. Beberapa waktu lamanya ia
tinggal di Mekah dengan
suaminya. Kemudian ia kembali ke
Jathrib. Di kota ini ia melahirkan
seorang anak yang diberi nama
Syaiba. Beberapa tahun kemudian dalam
suatu perjalanan musim panas ke
Ghazza (Gaza). Hasyim meninggal
dunia. Kedudukannya digantikan
oleh adiknya, Muttalib.
Sebenarnya Muttalib ini masih adik Abd Syams. Tetapi dia
sangat dihormati oleh
masyarakatnya. Karena sikapnya
yang suka menenggang dan
murah hati oleh Quraisy ia
dijuluki Al-Faidz', (" Yang melimpah"). Dengan keadaan
Muttalib yang demikian itu di
tengah-tengah masyarakatnya,
sudah tentu segalanya akan
berjalan tenteram sebagaimana
mestinya. Pada suatu hari terpikir oleh
Muttalib akan kemenakannya,
anak Hasyim itu. Ia pergi ke
Jathrib. Dan karena anak itu
sudah besar, dimintanya kepada
Salma supaya anaknya itu diserahkan kepadanya. Oleh
Muttalib dibawanya pemuda itu
ke atas untanya dan dengan
begitu ia memasuki Mekah.
Orang-orang Quraisy menduga
bahwa yang dibawa itu budaknya. Oleh karena itu
mereka lalu memanggilnya: Abd'l
Muttalib (Budak Muttalib). "Hai,"
kata Muttalib. "Dia kemenakanku
anak Hasyim yang kubawa dari
Jathrib." Tetapi sebutan itu sudah melekat pada pemuda
tersebut. Orang sudah
memanggilnya demikian dan nama
Syaiba yang diberikan ketika
dilahirkan sudah dilupakan orang. Pada mulanya Muttalib ingin
sekali mengembalikan harta
Hasyim untuk kemenakannya.
Tetapi Naufal menolak, lalu
menguasainya. Sesudah Abd'l-
Muttalib mempunyai kekuatan ia meminta bantuan kepada
saudara-saudara ibunya di
Jathrib terhadap tindakan
saudara ayahnya itu dengan
maksud supaya miliknya
dikembalikan kepadanya. Untuk memberikan bantuan itu pihak
Khazraj di Jathrib mengirimkan
delapan puluh orang pasukan
perang. Dengan demikian Naufal
terpaksa mengembalikan harta
itu. Sekarang Abd'l- Muttalib sudah
menempati kedudukan Hasyim.
Sesudah pamannya Muttalib,
dialah yang mengurus pembagian
air dan persediaan makanan.
Dalam mengurus dua jabatan ini terutama urusan air - ia
menemui kesulitan yang tidak
sedikit. Sampai saat itu anaknya
hanyalah seorang, yaitu Harith.
Sedang persediaan air untuk
tamu - sejak terserapnya sumur Zamzam didatangkan dari
beberapa sumur yang
terpencar-pencar sekitar
Mekah, yang kemudian
diletakkan di sebuah kolam di
dekat Ka'bah. Anak yang banyak itu akan merupakan bantuan
besar dan memudahkan
pekerjaan serupa ini serta
pengawasannya sekaligus.
Sebaliknya, kalau Abd'l-Muttalib
harus memikul jabatan penyediaan air dan makanan
sedang anak hanya Harith satu-
satunya, tentu hal ini akan
terasa berat sekali. Ini jugalah
yang lama menjadi pikiran.

hasyim dan abd'l muttalib

Seperti ayahnya, Abd'd-Dar juga
telah memegang pimpinan Ka'bah
dan kemudian diteruskan oleh
anak- anaknya. Akan tetapi
anak- anak Abd Manaf
sebenarnya mempunyai kedudukan yang lebih baik dan
terpandang juga di kalangan
masyarakatnya. Oleh karena itu,
anak-anak Abd Manaf, yaitu
Hasyim, Abd Syams, Muttalib dan
Naufal sepakat akan mengambil pimpinan yang ada di tangan
sepupu-sepupu mereka itu.
Tetapi pihak Quraisy berselisih
pendapat: yang satu membela
satu golongan yang lain membela
golongan yang lain lagi. Keluarga Abd Manaf mengadakan
Perjanjian Mutayyabun dengan
memasukkan tangan mereka ke
dalam tib, (yaitu bahan wangi-
wangian) yang dibawa ke dalam
Ka'bah. Mereka bersumpah takkan melanggar janji. Demikian
juga pihak Keluarga Abd'd-Dar
mengadakan pula Perjanjian
Ahlaf: Antara kedua golongan itu
hampir saja pecah perang yang
akan memusnakan Quraisy, kalau tidak cepat-cepat diadakan
perdamaian. Keluarga Abd Manaf
diberi bagian mengurus
persoalan air dan makanan,
sedangkan kunci, panji dan
pimpinan rapat di tangan Keluarga Abd'd-Dar. Kedua belah
pihak setuju, dan keadaan itu
berjalan tetap demikian, sampai
pada waktu datangnya Islam.

qushay dan anak anak nya

Seperti sudah kita kemukakan,
beberapa orang berpendapat,
bahwa sampai pada waktu
pimpinan Mekah berada di
tangan Qushayy, bangunan
apapun belum ada di tempat itu, selain Ka'bah. Alasannya ialah,
karena baik Khuza'a atau
Jurhum tidak ingin melihat ada
bangunan lain di sekitar Rumah
Tuhan itu, juga karena pada
malam hari mereka tidak pernah tinggal di tempat itu, melainkan
pergi ke tempat-tempat
terbuka. Ditambahkan pula
bahwa setelah Qushayy
memegang pimpinan Mekah ia
mengumpulkan Quraisy dan menyuruh mereka membangun di
tempat itu. Dengan dipelopori
oleh Qushayy sendiri
dibangunnya Dar'n- Nadwa
sebagai tempat pertemuan
pembesar- pembesar Mekah yang dipimpin oleh Qushayy
sendiri. Di tempat ini mereka
bermusyawarah mengenai
masalah- masalah negeri itu.
Menurut kebiasaan mereka,
setiap persoalan yang mereka hadapi selalu diselesaikan dengan
persetujuan bersama. Baik
wanita atau laki-laki yang akan
melangsungkan perkawinan
harus di tempat ini pula. Dengan perintah Qushayy orang-
orang Quraisy lalu membangun
tempat- tempat tinggal mereka
di sekitar Ka'bah itu, dengan
meluangkan tempat yang cukup
luas untuk mengadakan tawaf sekitar Rumah itu dan pada
setiap dua rumah disediakan
jalan yang menembus ke tempat
tawaf tersebut. Anak Qushayy yang tertua ialah
Abd'd- Dar. Akan tetapi Abd
Manaf adiknya, sudah lebih dulu
tampil ke depan umum dan sudah
mendapat tempat pula.

mekah di bawah jurhum

Tatkala Ka'bah dibangun
menurut gambaran yang ada
dalam khayal kita - tidak lebih
Mekah hanya terdiri dari
kabilah-kabilah Amalekit dan
Jurhum. Sesudah Ismail menetap di sana dan bersama-sama
dengan ayahnya memasang
sendi-sendi rumah itu, barulah
Mekah mengalami perkembangan.
Untuk beberapa waktu yang
cukup lama kemudian ia menjadi sebuah kota atau yang
menyerupai kota. Kita katakan
menyerupai kota, karena Mekah
dengan penduduknya waktu itu
masih membawa sifat sisa-sisa
keterbelakangan dalam arti yang sangat bersahaja. Beberapa
penulis sejarah tidak keberatan
dalam menyebutkan, bahwa
Mekah itu masih terbelakang
sebelum semua urusan berada di
tangan Qushayy pada pertengahan abad kelima Masehi
itu. Sukar bagi kita akan dapat
membayangkan suatu daerah
seperti Mekah dengan Rumah
Purbanya yang dianggap suci itu
akan tetap berada dalam suasana hidup pengembaraan.
Padahal sejarah membuktikan
bahwa persoalan Rumah Suci itu
berada di tangan Ismail dalam
lingkungan keluarga Jurhum
selama beberapa generasi kemudian. Mereka tinggal di
sekitar tempat itu, di samping
Mekah masa itu memang tempat
pertemuan kafilah-kafilah dalam
perjalanan ke Yaman, Hira, Syam
dan Najd. Juga hubungannya dengan Laut Merah yang tidak
jauh dari tempat itu merupakan
hubungan langsung dengan
perdagangan dunia. Sukar akan
dapat dibayangkan adanya
suatu daerah dalam keadaan demikian itu akan tetap tanpa
ada pendekatan dari dunia lain
dari segi peradabannya.
Beralasan sekali dugaan kita,
bahwa Mekah, yang sudah
didoakan oleh Ibrahim dan ditetapkan Allah akan menjadi
suatu daerah yang aman
sentosa, sudah mengenal hidup
stabil selama beberapa generasi
sebelum Qushayy. Meskipun sudah dikalahkan oleh
Amalekit, Mekah masih di tangan
Jurhum sampai pada masa
Mudzadz bin 'Amr ibn Harith.
Selama dalam masa generasi ini
perdagangan Mekah mengalami perkembangan yang pesat sekali
di bawah kekuasaan orang-
orang yang biasa hidup mewah,
sehingga mereka lupa bahwa
mereka berada di tanah tandus
dan bahwa mereka perlu selalu berusaha dan selalu waspada.
Demikian lalainya mereka itu
sehingga Zamzam menjadi kering
dan pihak kabilah Khuza'a
merasa perlu memikirkan akan
turut terjun memegang pimpinan di tanah suci itu. Peringatan Mudzadz kepada
masyarakatnya tentang akibat
hidup berfoya-foya, tidak
berhasil. Ia yakin sekali bahwa
hal ini akan menghanyutkan
mereka semua. Kemudian ia berusaha menggali Zamzam lebih
dalam lagi. Diambilnya dua buah
pangkal pelana emas dari dalam
Ka'bah beserta harta yang
dibawa orang sebagai sesajen ke
dalam Rumah Suci itu. Dimasukkannya semua itu ke
dalam dasar sumur, sedang pasir
yang masih ada di dalamnya
dikeluarkan, dengan harapan
pada suatu waktu ia akan
menemukannya kembali. Ia keluar dengan anak-anak Ismail dari
Mekah. Kekuasaan sesudah itu
dipegang oleh Khuza'a. Demikian
seterusnya turun-temurun
sampai kepada Qushayy bin Kilab,
nenek (kakek) Nabi Muhammad yang kelima. Fatimah bint Sa'd bin Sahl kawin
dengan Kilab dan mempunyai
anak bernama Zuhra dan
Qushayy. Kilab meninggal dunia
ketika Qushayy masih bayi.
Kemudian Fatimah kawin lagi dengan Rabi'a bin Haram.
Kemudian mereka pergi ke Syam
dan di sana Fatimah melahirkan
Darraj. Qushayy semakin besar
juga dan ia hanya mengenal
Rabi'a sebagai ayahnya. Lambat- laun antara Qushayy dengan
pihak kabilah Rabi'a terjadi
permusuhan. Ia dihina dan
dikatakan berada di bawah
perlindungan mereka, padahal
bukan dari pihak mereka Qushayy mengadukan
penghinaan itu kepada ibunya. "Ayahmu lebih mulia dari mereka,
" kata ibunya kepada Qushayy.
"Engkau anak Kilab bin Murra,
dan keluargamu di Mekah
menempati Rumah Suci." Qushayy lalu pergi ke Mekah,
dan menetap di sana. Karena
pandangannya yang baik dan
mempunyai kesungguhan, orang-
orang di Mekah sangat
menghormatinya. Pada waktu itu pengawasan Rumah Suci di
tangan Hulail bin Hubsyia - orang
yang berpandangan tajam dari
kabilah Khuza'a. Tatkala Qushayy
melamar puterinya, Hubba,
ternyata lamarannya diterima baik dan kawinlah mereka.
Qushayy terus maju dalam usaha
dan perdagangannya, yang
membuat ia jadi kaya, harta dan
anak- anaknya pun banyak pula.
Di kalangan masyarakatnya ia makin terpandang. Hulail
meninggal dengan meninggalkan
wasiat supaya kunci Rumah Suci
di tangan Hubba puterinya.
Tetapi Hubba menolak dan kunci
itu dipegang oleh Abu Ghibsyan dari kabilah Khuza'a. Tetapi Abu
Ghibsyan ini seorang pemabuk.
Ketika pada suatu hari ia
kehabisan minuman keras kunci
itu dijualnya kepada Qushayy
dengan cara menukarnya dengan minuman keras. Khuza'a sudah memperhitungkan
betapa kedudukannya nanti bila
pimpinan Ka'bah itu berada di
tangan Qushayy sebagai orang
yang banyak hartanya dan
orang yang mulai berpengaruh di kalangan Quraisy. Mereka
merasa keberatan bilamana
masalah pimpinan Rumah Suci
berada di tangan pihak lain
selain mereka sendiri. Pada
waktu Qushayy meminta bantuan Quraisy, beberapa kabilah
memang sudah berpendapat
bahwa dialah penduduk yang
paling kuat dan sangat dihargai
di Mekah. Mereka mendukung
Qushayy dan berhasil mengeluarkan Khuza'a dari
Mekah. Sekarang seluruh
pimpinan Rumah Suci itu sudah di
tangan Qushayy dan dia diakui
sebagai pemimpin mereka.

pembangunan ka'bah

Cerita ini diambil dari sejarah
yang hampir merupakan
konsensus dalam garis besarnya
tentang kepergian Ibrahim dan
Ismail ke Mekah, meskipun
terdapat perbedaan dalam detail. Dan yang memajukan
kritik atas peristiwa secara
mendetail itu berpendapat,
bahwa Hajar dan Ismail telah
pergi ke lembah yang sekarang
terletak Mekah itu dan bahwa di tempat itu terdapat mata air
yang ditempati oleh kabilah
Jurhum. Hajar disambut dengan
senang hati oleh mereka ketika
ia datang bersama Ibrahim dan
anaknya ke tempat itu. Sesudah Ismail besar ia kawin dengan
wanita Jurhum dan mempunyai
beberapa orang anak. Dari
percampuran perkawinan antara
Ismail dengan unsur- unsur
Ibrani-Mesir di satu pihak dan unsur Arab di pihak lain,
menyebabkan keturunannya itu
membawa sifat-sifat Arab, Ibrani
dan Mesir. Mengenai sumber
yang mengatakan tentang Hajar
yang kebingungan setelah melihat air yang habis menyerap
serta tentang usahanya berlari
tujuh kali dari Shafa dan Marwa
dan tentang sumur Zamzam dan
bagaimana air menyembur, oleh
mereka masih diragukan. Sebaliknya William Muir
menyangsikan kepergian Ibrahim
dan Ismail itu ke Hijaz dan ia
menolak dasar cerita itu.
Dikatakannya, bahwa itu adalah
Israiliat (Yudaica) yang dibuat- buat orang Yahudi beberapa
generasi sebelum Islam, guna
mengikat hubungan dengan
orang Arab yang sama- sama
sebapa dengan lbrahim, kalau
Ishaq itu yang menjadi nenek- moyang orang Yahudi. Jadi
apabila saudaranya, Ismail itu
moyang orang Arab, maka
mereka adalah saudara sepupu
yang akan menjadi kewajiban
orang Arab pula menerima baik emigran orang-orang Yahudi ke
tengah- tengah mereka, dan
akan memudahkan perdagangan
orang Yahudi di seluruh jazirah
Arab. Pengarang Inggris ini
mendasarkan pendapatnya pada cara-cara peribadatan di negeri-
negeri Arab yang tak ada
hubungannya dengan agama
Ibrahim, sebab mereka sudah
benar- benar hanyut dalam
paganisma, sedang agama Ibrahim agama murni. Kita tidak melihat bahwa
argumentasi demikian itu sudah
cukup kuat untuk menghilangkan
kenyataan sejarah. Jauh
beberapa abad sesudah
meninggalnya Ibrahim dan Ismail paganisma Arab tidak
menunjukkan bahwa mereka
memang sudah demikian tatkala
Ibrahim datang ke Hijaz dan
tatkala ia dan Ismail bersama-
sama membangun Ka'bah. Andaikata waktu itu paganisma
sudah ada, tentu itu akan
memperkuat pendapat Sir William
Muir. Masyarakat Ibrahim sendiri
waktu itu menyembah berhala
dan ia berusaha mengajak mereka ke jalan yang benar,
tapi tidak berhasil. Apabila ia
mengajak masyarakat Arab
seperti mengajak
masyarakatnya sendiri, lalu tidak
berhasil, dan orang- orang Arab itu tetap menyembah berhala,
tentu hal itu tidak sesuai dengan
kepergian Ibrahim dan Ismail ke
Mekah. Keterangan sejarah itu
secara logika bahkan lebih kuat.
Ibrahim yang telah keluar dari Irak karena mau menghindar dari
keluarganya, ia pergi ke
Palestina dan Mesir, adalah
orang yang mudah bepergian
dan biasa mengarungi sahara.
Sedang jalan antara Palestina dan Mekah sejak dahulu kala
sudah merupakan lalu- lintas
terbuka bagi para kafilah.
Dengan demikian tidak pula pada
tempatnya orang meragukan
kenyataan sejarah yang dalam garis besarnya sudah menjadi
konsensus itu. Sir William Muir dan mereka yang
menunjang pendapatnya itu
mengatakan tentang
kemungkinan adanya segolongan
anak-anak Ibrahim dan Ismail
sesudah itu yang pindah dari Palestina ke negeri- negeri Arab
serta adanya pertalian mereka
dalam arti hubungan darah. Kita
tidak mengerti, kalau
kemungkinan mengenai anak-
anak Ibrahim dan Ismail ini bagi mereka dapat diterima, sedang
kemungkinan mengenai kedua
orang itu sendiri tidak!
Bagaimana akan dikatakan belum
dapat dipastikan padahal
peristiwa sejarah sudah memperkuatnya. Bagaimana pula
takkan terjadi padahal
sumbernya sudah tak dapat
diragukan lagi dan sudah
disebutkan dalam Quran dan
dibicarakan juga dalam kitab- kitab suci lainnya! Ibrahim dan Ismail lalu
mengangkat sendi-sendi Rumah
Suci itu. "Bahwa rumah pertama
dibuat untuk manusia
beribadat ialah yang di
Mekah itu, sudah diberi
berkah dan bimbingan bagi
semesta alam. Disitulah terdapat keterangan-
keterangan yang jelas
sebagai Maqam (tempat)
Ibrahim; barangsiapa
memasukinya menjadi
aman." (Qur'an, 3: 96-97) "Dan ingatlah, Kami jadikan
Rumah itu tempat
berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan
jadikanlah Maqam Ibrahim
itu tempat bersembahyang, dan kami serahkan kepada
Ibrahim dan Ismail
menyucikan RumahKu bagi
mereka yang bertawaf,
mereka yang tinggal
menetap dan mereka yang ruku' dan sujud. Dan
ingatlah tatkala Ibrahim
berkata: 'Tuhanku, jadikan
tempat ini Kota yang aman
dan berikanlah buah-
buahan kepada penduduknya, mereka yang
beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian.' Ia berkata:
'Dan bagi barang siapa
yang menolak iman akan
Kuberi juga kesenangan sementara, kemudian
Kutarik ia ke dalam siksa
api, tujuan yang paling
celaka. Dan ingatlah tatkala
Ibrahim dan Ismail
mengangkat sendi- sendi Rumah Suci itu (mereka
berdoa): 'Tuhan, terimalah
ini dari kami.
Sesungguhnyalah Engkau
Maha mendengar, Maha
mengetahui." (Qur'an, 2: 125-127) Bagaimana Ibrahim mendirikan
Rumah itu sebagai tempat tujuan
dan tempat yang aman, untuk
mengantarkan manusia supaya
beriman hanya kepada Allah
Yang Tunggal lalu kemudian menjadi tempat berhala dan
pusat penyembahannya? Dan
bagaimana pula cara- cara
peribadatan itu dilakukan
sesudah lbrahim dan Ismail, dan
dalam bentuk bagaimana pula dilakukan? Dan sejak kapan
cara-cara itu berubah lalu
dikuasai oleh paganisma? Hal ini
tidak diceritakan kepada kita
oleh sejarah yang kita kenal.
Semua itu baru merupakan dugaan- dugaan yang sudah
dianggap sebagai suatu
kenyataan. Kaum Sabian yang
menyembah bintang mempunyai
pengaruh besar di tanah Arab.
Pada mulanya mereka - menurut beberapa keterangan - tidak
menyembah bintang itu sendiri,
melainkan hanya menyembah
Allah dan mereka mengagungkan
bintang-bintang itu sebagai
ciptaan dan manifestasi kebesaranNya. Oleh karena lebih
banyak yang tidak dapat
memahami arti ketuhanan yang
lebih tinggi, maka diartikannya
bintang- bintang itu sebagai
tuhan. Beberapa macam batu gunung dikhayalkan sebagai
benda yang jatuh dan langit,
berasal dan beberapa macam
bintang. Dari situ mula-mula
manifestasi tuhan itu diartikan
dan dikuduskan, kemudian batu- batu itu yang disembah,
kemudian penyembahan itu
dianggap begitu agung, sehingga
tidak cukup bagi seorang orang
Arab hanya menyembah hajar
aswad (batu hitam) yang di dalam Ka'bah, bahkan dalam
setiap perjalanan ia mengambil
batu apa saja dari Ka'bah untuk
disembah dan dimintai
persetujuannya: akan tinggal
ataukah akan melakukan perjalanan. Mereka melakukan
cara-cara peribadatan yang
berlaku bagi bintang- bintang
atau bagi pencipta bintang-
bintang itu. Dengan cara-cara
demikian menjadi kuatlah kepercayaan paganisma itu,
patung-patung dikuduskan dan
dibawanya sesajen- sesajen
untuk itu sebagai kurban. Ini adalah suatu gambaran
tentang perkembangan agama
itu di tanah Arab sejak Ibrahim
membangun rumah sebagai
tempat beribadat kepada Tuhan,
sebagaimana dilukiskan oleh beberapa ahli sejarah dan
bagaimana pula hal itu kemudian
berbalik dan menjadi pusat
berhala. Herodotus, bapa
sejarah, menerangkan tentang
penyembahan Lat itu di negeri Arab. Demikian juga Diodorus
Siculus menyebutkan tentang
rumah di Mekah yang
diagungkan itu. Ini menunjukkan
tentang paganisma yang sudah
begitu tua di jazirah Arab dan bahwa agama yang dibawa
Ibrahim di sana bertahan tidak
begitu lama. Dalam abad-abad itu sudah
datang pula para nabi yang
mengajak kabilah- kabilah jazirah
itu supaya menyembah Allah
semata-mata. Tetapi mereka
menolak dan tetap bertahan pada paganisma. Datang Hud
mengajak kaum 'Ad yang tinggal
di sebelah utara Hadzramaut
supaya menyembah hanya
kepada Allah; tapi hanya
sebagian kecil saja yang ikut. Sedang yang sebagian besar
malah menyombongkan diri dan
berkata: "O Hud, kau datang tidak
membawa keterangan yang
jelas, dan kami tidak akan
meninggalkan tuhan- tuhan
kami hanya karena
perkataanmu itu. Kami tidak percaya
kepadamu." (Qur'an, 11: 53) Bertahun-tahun lamanya Hud
mengajak mereka. Hasilnya malah
mereka bertambah buas dan
congkak. Demikian juga Saleh
datang mengajak kaum Thamud
supaya beriman. Mereka ini tinggal di Hijr yang terletak
antara Hijaz dengan Syam di
Wadi'l-Qura ke arah timur daya
dari Mad- yan (Midian) dekat
Teluk 'Aqaba. Sama saja, hasil
ajakan Saleh itu tidak lebih seperti ajakan Hud juga.
Kemudian datang Syu'aib kepada
bangsa Mad-yan yang terletak
di Hijaz, mengajak supaya
mereka menyembah Allah. Juga
tidak didengar Merekapun mengalami kehancuran seperti
yang terjadi terhadap golongan
'Ad dan Thamud. Selain para nabi itu juga Qur'an
telah menceritakan tentang
ajakan mereka supaya
menyembah Allah yang Esa. Sikap
golongan itu begitu sombong.
Mereka tetap bersikeras hendak menyembah berhala dan
bermohon kepada berhala-
berhala dalam Ka'bah itu. Mereka
berziarah ke tempat itu setiap
tahun; mereka datang dari
segenap pelosok jazirah Arab. Dalam hal ini turun firman Tuhan: "Dan Kami tidak akan
mengadakan siksaan
sebelum Kami mengutus
seorang rasul." (Qur'an 17:
15) Sejak didirikannya Mekah di
tempat itu sudah ada jabatan-
jabatan penting seperti yang
dipegang oleh Qushayy bin Kilab
pada pertengahan abad kelima
Masehi. Pada waktu itu para pemuka Mekah berkumpul.
Jabatan-jabatan hijaba, siqaya,
rifada, nadwa, liwa' dan qiyada
dipegang semua oleh Qushay.
Hijaba ialah penjaga pintu Ka'bah
atau yang memegang kuncinya. Siqaya ialah menyediakan air
tawar - yang sangat sulit waktu
itu bagi mereka yang datang
berziarah serta menyediakan
minuman keras yang dibuat dari
kurma. Rifada ialah memberi makan kepada mereka semua.
Nadwa ialah pimpinan rapat pada
tiap tahun musim. Liwa' ialah
panji yang dipancangkan pada
tombak lalu ditancapkan sebagai
lambang tentara yang sedang menghadapi musuh, dan qiyada
ialah pimpinan pasukan bila
menuju perang. Jabatan-jabatan
demikian itu di Mekah sangat
terpandang. Dalam masalah
ibadat seolah pandangan orang- orang Arab semua tertuju ke
Ka'bah itu. Saya kira semua itu datangnya
bukan sekaligus ketika rumah itu
dibangun, melainkan satu demi
satu, pada satu pihak tak ada
hubungannya satu sama lain
dengan Ka'bah serta kedudukannya dalam arti agama,
di pihak lain sedikit banyak
memang ada juga hubungannya.

perkawinan ismail dengan jurhum

Ismail sudah semakin besar, dan
kemudian ia kawin dengan gadis
kabilah Jurhum. Ia dengan
isterinya tinggal bersama-sama
keluarga Jurhum yang lain. Di
tempat itu rumah suci sudah dibangun, yang kemudian berdiri
pula Mekah sekitar tempat itu. Juga disebutkan bahwa pada
suatu hari Ibrahim minta ijin
kepada Sarah akan mengunjungi
Ismail dan ibunya. Permintaan ini
disetujui dan ia pergi. Setelah ia
mencari dan menemui rumah Ismail ia bertanya kepada
isterinya: "Mana suamimu?" "Ia sedang berburu untuk hidup
kami," jawabnya. Kemudian ditanya lagi, dapatkah
ia menjamu makanan atau
minuman, dijawab bahwa dia
tidak mempunyai apa-apa untuk
dihidangkan. Ibrahim pergi, setelah
mengatakan: "Kalau suamimu
datang sampaikan salamku dan
katakan kepadanya: " Ganti
ambang pintumu." Setelah pesan ayahnya itu
kemudian disampaikan kepada
Ismail, ia segera menceraikan
isterinya, dan kemudian kawin
lagi dengan wanita Jurhum
lainnya, puteri Mudzadz bin 'Amr. Wanita ini telah menyambut
Ibrahim dengan baik setelah
beberapa waktu kemudian ia
pernah datang. "Sekarang
ambang pintu rumahmu sudah
kuat," (kata Ibrahim). Dari perkawinan ini Ismail
mempunyai duabelas orang anak,
dan mereka inilah yang menjadi
cikal- bakal Arab al-Musta'- riba,
yakni orang- orang Arab yang
bertemu dari pihak ibu pada Jurhum dengan Arab al- 'Ariba
keturunan Ya'rub ibn Qahtan.
Sedang ayah mereka, Ismail anak
Ibrahim, dari pihak ibunya erat
sekali bertalian dengan Mesir,
dan dari pihak bapa dengan Irak (Mesopotamia) dan Palestina,
atau kemana saja Ibrahim
menginjakkan kaki.

zamzam

Sesudah kehabisan air dan
perbekalan, Hajar melihat ke
kanan kiri. Ia tidak melihat
sesuatu. Ia terus berlari dan
turun ke lembah mencari air.
Dalam berlari-lari itu - menurut cerita orang - antara Shafa dan
Marwa, sampai lengkap tujuh
kali, ia kembali kepada anaknya
dengan membawa perasaan
putus asa. Tetapi ketika itu
dilihatnya anaknya sedang mengorek- ngorek tanah dengan
kaki, yang kemudian dari dalam
tanah itu keluar air. Dia dan
Ismail dapat melepaskan dahaga.
Disumbatnya mata air itu supaya
jangan mengalir terus dan menyerap ke dalam pasir. Anak yang bersama ibunya itu
membantu orang-orang Arab
yang sedang dalam perjalanan,
dan merekapun mendapat
imbalan yang akan cukup
menjamin hidup mereka sampai pada musim kafilah yang akan
datang.
Mata air yang memancar dari
sumur Zamzam itu menarik hati
beberapa kabilah akan tinggal di
dekat tempat itu. Beberapa keterangan mengatakan, bahwa
kabilah Jurhum adalah yang
pertama sekali tinggal di tempat
itu, sebelum datang Hajar dan
anaknya. Sementara yang lain
berpendapat, bahwa mereka tinggal di tempat itu setelah
adanya sumber sumur Zamzam,
sehingga memungkinkan mereka
hidup di lembah gersang itu.