Minggu, 12 Desember 2010

kisah penyembelihan dan penebusan

Beberapa ahli berselisih
pendapat tentang
penyembelihan Ismail serta
kurban yang telah
dipersembahkan oleh Ibrahim.
Adakah sebelum kelahiran Ishaq atau sesudahnya? Adakah itu
terjadi di Palestina atau di Hijaz?
Ahli-ahli sejarah Yahudi
berpendapat, bahwa yang
disembelih itu adalah Ishaq,
bukan Ismail. Di sini kita bukan akan menguji adanya perselisihan
pendapat itu. Dalam Qishash'l-
Anbia' Syaikh Abd'l Wahhab an-
Najjar berpendapat, bahwa yang
disembelih itu adalah Ismail.
Argumentasi ini diambilnya dari Taurat sendiri bahwa yang
disembelih itu dilukiskan sebagai
anak Ibrahim satu- satunya.
Pada waktu itu Ismail adalah
anak satu-satunya sebelum
Ishaq dilahirkan. Setelah Sarah melahirkan, maka anak Ibrahim
tidak lagi tunggal, melainkan
sudah ada Ismail dan Ishaq.
Dengan mengambil cerita itu
seharusnya kisah penyembelihan
dan penebusan itu terjadi di Palestina. Hal ini memang bisa
terjadi demikian kalau yang
dimaksudkan itu terjadi
terhadap diri Ishaq. Selama itu
Ishaq dengan ibunya hanya
tinggal di Palestina, tidak pernah pergi ke Hijaz. Akan tetapi cerita
yang mengatakan bahwa
penyembelihan dan penebusan
itu terjadi di atas bukit Mina,
maka ini tentu berlaku terhadap
diri Ismail. Oleh karena di dalam Qur'an tidak disebutkan nama
person korban itu, maka ahli-ahli
sejarah kaum Muslimin berlain-
lainan pendapat. Tentang pengorbanan dan
penebusan itu kisahnya ialah
bahwa Ibrahim bermimpi,
bahwasanya Tuhan
memerintahkan kepadanya
supaya anaknya itu dipersembahkan sebagai kurban
dengan menyembelihnya. Pada
suatu pagi berangkatlah ia
dengan anaknya. "Bila ia sudah mencapai usia
cukup untuk berusaha, ia
(Ibrahim) berkata: 'O
anakku, dalam tidur aku
bermimpi, bahwa aku
menyembelihmu. Lihatlah, bagaimanakah
pendapatmu?' Ia menjawab:
'Wahai ayahku. Lakukanlah
apa yang diperintahkan
kepadamu. Jika dikehendaki
Tuhan, akan kaudapati aku dalam kesabaran.' Setelah
keduanya menyerahkan diri
dan dibaringkannya ke
sebelah keningnya, ia Kami
panggil: 'Hai Ibrahim. Engkau
telah melaksanakan mimpi itu.' Dengan begitu, Kami
memberikan balasan kepada
mereka yang berbuat
kebaikan. Ini adalah suatu
ujian yang nyata. Dan kami
menebusnya dengan sebuah kurban besar." (Qur'an, 37:
102-107) Beberapa cerita melukiskan kisah
ini dalam bentuk puisi yang indah
sekali, sehingga di sini perlu kita
kemukakan, sekalipun tidak
membawa kisah tentang Mekah.
Kisahnya, setelah Ibrahim bermimpi dalam tidurnya bahwa
ia harus menyembelih anaknya
dan memastikan bahwa itu
adalah perintah Tuhan, ia
berkata kepada anaknya itu:
'Anakku, bawalah tali dan parang itu, mari kita pergi ke bukit
mencari kayu untuk keluarga
kita.' Anak itupun menurut
perintah ayahnya. Ketika itu
datang setan dalam bentuk
seorang laki-laki, mendatangi ibu anak itu seraya berkata:
'Tahukah engkau ke mana
Ibrahim membawa anakmu?' 'Ia
pergi mencari kayu dari lereng
bukit itu,' jawab ibunya. 'Tidak,'
kata setan lagi, 'ia pergi akan menyembelihnya.' Ibu itu
menjawab lagi: 'Tidak. Ia lebih
sayang kepada anaknya.' 'Ia
mendakwakan bahwa Tuhan
yang memerintahkan itu.' 'Kalau itu memang perintah
Tuhan biarkan dia menaati
perintahNya,' jawab ibu itu.
Setan itu lalu pergi dengan
perasaan kecewa. Ia segera
menyusul anak yang sedang mengikuti ayahnya itu. Kepada
anak itupun ia berkata seperti
terhadap ibunya tadi. Tapi
jawabannyapun sama dengan
jawaban ibunya juga. Kemudian
setan mendatangi Ibrahim dan mengatakan, bahwa mimpinya itu
hanya tipu-muslihat setan
supaya ia menyembelih anaknya
dan akhirnya akan menyesal.
Tetapi oleh Ibrahim ia
ditinggalkan dan dilaknatnya. Dengan rasa jengkel Iblis itu
mundur teratur, karena
maksudnya tidak berhasil, baik
dari Ibrahim, dari isterinya atau
dari anaknya. Kemudian itu Ibrahim
menyatakan kepada anaknya
tentang mimpinya itu dan minta
pendapatnya. 'Ayah, lakukanlah
apa yang diperintahkan.' Lalu
katanya lagi dalam ballada itu: 'Ayah, kalau ayah akan
menyembelihku, kuatkanlah
ikatan itu supaya darahku nanti
tidak kena ayah dan akan
mengurangi pahalaku. Aku tidak
menjamin bahwa aku takkan gelisah bila dilaksanakan.
Tajamkanlah parang itu supaya
dapat sekaligus memotongku. Bila
ayah sudah merebahkan aku
untuk disembelih, telungkupkan
aku dan jangan dimiringkan. Aku kuatir bila ayah kelak melihat
wajahku ayah akan jadi lemah,
sehingga akan menghalangi
maksud ayah melaksanakan
perintah Tuhan itu. Kalau ayah
berpendapat akan membawa bajuku ini kepada ibu kalau-
kalau menjadi hiburan baginya,
lakukanlah, ayah.' 'Anakku,' kata Ibrahim, 'ini adalah
bantuan besar dalam
melaksanakan perintah Allah.' Kemudian ia siap melaksanakan.
Diikatnya kuat-kuat tangan
anak itu lalu dibaringkan
keningnya untuk disembelih.
Tetapi kemudian ia dipanggil: 'Hai
Ibrahim! Engkau telah melaksanakan mimpi itu.' Anak itu
kemudian ditebusnya dengan
seekor domba besar yang
terdapat tidak jauh dari tempat
itu. Lalu disembelihnya dan
dibakarnya. Demikianlah kisah penyembelihan
dan penebusan itu. Ini adalah
kisah penyerahan secara
keseluruhan kepada kehendak
Allah. Ishaq telah menjadi besar di
samping Ismail. Kasih-sayang
ayah sama terhadap keduanya.
Akan tetapi Sarah menjadi gusar
melihat anaknya itu
dipersamakan dengan anak Hajar dayangnya itu. Ia bersumpah
tidak akan tinggal bersama-
sama dengan Hajar dan anaknya
tatkala dilihatnya Ismail memukul
adiknya itu. Ibrahim merasa
bahwa hidupnya takkan bahagia kalau kedua wanita itu tinggal
dalam satu tempat. Oleh karena
itu pergilah ia dengan Hajar dan
anak itu menuju ke arah selatan.
Mereka sampai ke suatu lembah,
letak Mekah yang sekarang. Seperti kita sebutkan di atas,
lembah ini adalah tempat para
kafilah membentangkan
kemahnya pada waktu mereka
berpapasan dengan kafilah dari
Syam ke Yaman, atau dari Yaman ke Syam. Tetapi pada
waktu itu adalah saat yang
paling sepi sepanjang tahun.
Ismail dan ibunya oleh Ibrahim
ditinggalkan dan ditinggalkannya
pula segala keperluannya. Hajar membuat sebuah gubuk tempat
ia berteduh dengan anaknya.
Dan Ibrahimpun kembali ke
tempat semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar