Minggu, 12 Desember 2010

mekah di bawah jurhum

Tatkala Ka'bah dibangun
menurut gambaran yang ada
dalam khayal kita - tidak lebih
Mekah hanya terdiri dari
kabilah-kabilah Amalekit dan
Jurhum. Sesudah Ismail menetap di sana dan bersama-sama
dengan ayahnya memasang
sendi-sendi rumah itu, barulah
Mekah mengalami perkembangan.
Untuk beberapa waktu yang
cukup lama kemudian ia menjadi sebuah kota atau yang
menyerupai kota. Kita katakan
menyerupai kota, karena Mekah
dengan penduduknya waktu itu
masih membawa sifat sisa-sisa
keterbelakangan dalam arti yang sangat bersahaja. Beberapa
penulis sejarah tidak keberatan
dalam menyebutkan, bahwa
Mekah itu masih terbelakang
sebelum semua urusan berada di
tangan Qushayy pada pertengahan abad kelima Masehi
itu. Sukar bagi kita akan dapat
membayangkan suatu daerah
seperti Mekah dengan Rumah
Purbanya yang dianggap suci itu
akan tetap berada dalam suasana hidup pengembaraan.
Padahal sejarah membuktikan
bahwa persoalan Rumah Suci itu
berada di tangan Ismail dalam
lingkungan keluarga Jurhum
selama beberapa generasi kemudian. Mereka tinggal di
sekitar tempat itu, di samping
Mekah masa itu memang tempat
pertemuan kafilah-kafilah dalam
perjalanan ke Yaman, Hira, Syam
dan Najd. Juga hubungannya dengan Laut Merah yang tidak
jauh dari tempat itu merupakan
hubungan langsung dengan
perdagangan dunia. Sukar akan
dapat dibayangkan adanya
suatu daerah dalam keadaan demikian itu akan tetap tanpa
ada pendekatan dari dunia lain
dari segi peradabannya.
Beralasan sekali dugaan kita,
bahwa Mekah, yang sudah
didoakan oleh Ibrahim dan ditetapkan Allah akan menjadi
suatu daerah yang aman
sentosa, sudah mengenal hidup
stabil selama beberapa generasi
sebelum Qushayy. Meskipun sudah dikalahkan oleh
Amalekit, Mekah masih di tangan
Jurhum sampai pada masa
Mudzadz bin 'Amr ibn Harith.
Selama dalam masa generasi ini
perdagangan Mekah mengalami perkembangan yang pesat sekali
di bawah kekuasaan orang-
orang yang biasa hidup mewah,
sehingga mereka lupa bahwa
mereka berada di tanah tandus
dan bahwa mereka perlu selalu berusaha dan selalu waspada.
Demikian lalainya mereka itu
sehingga Zamzam menjadi kering
dan pihak kabilah Khuza'a
merasa perlu memikirkan akan
turut terjun memegang pimpinan di tanah suci itu. Peringatan Mudzadz kepada
masyarakatnya tentang akibat
hidup berfoya-foya, tidak
berhasil. Ia yakin sekali bahwa
hal ini akan menghanyutkan
mereka semua. Kemudian ia berusaha menggali Zamzam lebih
dalam lagi. Diambilnya dua buah
pangkal pelana emas dari dalam
Ka'bah beserta harta yang
dibawa orang sebagai sesajen ke
dalam Rumah Suci itu. Dimasukkannya semua itu ke
dalam dasar sumur, sedang pasir
yang masih ada di dalamnya
dikeluarkan, dengan harapan
pada suatu waktu ia akan
menemukannya kembali. Ia keluar dengan anak-anak Ismail dari
Mekah. Kekuasaan sesudah itu
dipegang oleh Khuza'a. Demikian
seterusnya turun-temurun
sampai kepada Qushayy bin Kilab,
nenek (kakek) Nabi Muhammad yang kelima. Fatimah bint Sa'd bin Sahl kawin
dengan Kilab dan mempunyai
anak bernama Zuhra dan
Qushayy. Kilab meninggal dunia
ketika Qushayy masih bayi.
Kemudian Fatimah kawin lagi dengan Rabi'a bin Haram.
Kemudian mereka pergi ke Syam
dan di sana Fatimah melahirkan
Darraj. Qushayy semakin besar
juga dan ia hanya mengenal
Rabi'a sebagai ayahnya. Lambat- laun antara Qushayy dengan
pihak kabilah Rabi'a terjadi
permusuhan. Ia dihina dan
dikatakan berada di bawah
perlindungan mereka, padahal
bukan dari pihak mereka Qushayy mengadukan
penghinaan itu kepada ibunya. "Ayahmu lebih mulia dari mereka,
" kata ibunya kepada Qushayy.
"Engkau anak Kilab bin Murra,
dan keluargamu di Mekah
menempati Rumah Suci." Qushayy lalu pergi ke Mekah,
dan menetap di sana. Karena
pandangannya yang baik dan
mempunyai kesungguhan, orang-
orang di Mekah sangat
menghormatinya. Pada waktu itu pengawasan Rumah Suci di
tangan Hulail bin Hubsyia - orang
yang berpandangan tajam dari
kabilah Khuza'a. Tatkala Qushayy
melamar puterinya, Hubba,
ternyata lamarannya diterima baik dan kawinlah mereka.
Qushayy terus maju dalam usaha
dan perdagangannya, yang
membuat ia jadi kaya, harta dan
anak- anaknya pun banyak pula.
Di kalangan masyarakatnya ia makin terpandang. Hulail
meninggal dengan meninggalkan
wasiat supaya kunci Rumah Suci
di tangan Hubba puterinya.
Tetapi Hubba menolak dan kunci
itu dipegang oleh Abu Ghibsyan dari kabilah Khuza'a. Tetapi Abu
Ghibsyan ini seorang pemabuk.
Ketika pada suatu hari ia
kehabisan minuman keras kunci
itu dijualnya kepada Qushayy
dengan cara menukarnya dengan minuman keras. Khuza'a sudah memperhitungkan
betapa kedudukannya nanti bila
pimpinan Ka'bah itu berada di
tangan Qushayy sebagai orang
yang banyak hartanya dan
orang yang mulai berpengaruh di kalangan Quraisy. Mereka
merasa keberatan bilamana
masalah pimpinan Rumah Suci
berada di tangan pihak lain
selain mereka sendiri. Pada
waktu Qushayy meminta bantuan Quraisy, beberapa kabilah
memang sudah berpendapat
bahwa dialah penduduk yang
paling kuat dan sangat dihargai
di Mekah. Mereka mendukung
Qushayy dan berhasil mengeluarkan Khuza'a dari
Mekah. Sekarang seluruh
pimpinan Rumah Suci itu sudah di
tangan Qushayy dan dia diakui
sebagai pemimpin mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar